Jakarta - Kelahiran bahasa Indonesia dirayakan pada momentum peringatan Sumpah Pemuda hari ini. Muncul kekhawatiran, bahasa Indonesia bakal kehilangan jati dirinya karena tergempur pengaruh bahasa asing. Haruskah Bahasa Indonesia bertahan dari pengaruh asing?

Kekhawatiran ini salah satunya diungkapkan oleh Dosen Bahasa Indonesia dari Universitas Negeri Manado, Nontje Jultje Pangemanan. Dia merasa saat ini gempuran bahasa asing dan bahasa gaul terhadap Bahasa Indonesia cukup tinggi.

Menurut penelitian Lita Meysitta dalam Jurnal Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia (Vol 5/2/2018), kosakata serapan bahasa asing dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (terakhir edisi V), ada 1.987 kata.

Itu semua terdiri dari 893 kata serapan bahasa Arab, 215 kata serapan bahasa Inggris, 121 kata serapan bahasa Belanda, dan 88 serapan bahasa Cina. Selain itu ada pula serapan dari Denmark, Hawai, Ibrani, Italia, Jepang, Jerman, Latin, Norwegia Parsi, Portugis, Prancis, Rusia, Sanskerta, Spanyol, hingga Tsawana.

Peneliti bahasa Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Sriyanto, menjelaskan Bahasa Indonesia termasuk bahasa yang muda, lahir pada 91 tahun lalu. Maka Bahasa Indonesia perlu terus memperkaya diri.

"Bahasa Indonesia sebagai sebuah bahasa memang masih sangat muda, dibanding dengan Bahasa Inggris sudah berabad-abad, grammar-nya sudah mapan, kosakatanya sudah mencukupi. Bahasa Indonesia masih harus dikembangkan," kata Sriyanto saat berbincang, Senin (28/10/2019).

Bahasa Indonesia baru lahir kurang dari satu abad lalu, sedangkan Bahasa Inggris mulai berkembang di Tanah Britania sejak 16 abad lampau, banyak bahasa lain yang berusia lebih tua, ada pula yang sudah mati.

Bahasa Indonesia tidak perlu mengembangkan sikap konservatif secara berlebihan. Bahasa Indonesia justru perlu didukung untuk selalu progresif, terbuka terhadap kemajuan dan perkembangan, sehingga khazanah bahasa Indonesia bisa lebih kaya.

"Bahasa Indonesia terus mendapat pengaruh dari bahasa lain, misalnya bahasa asing atau bahasa daerah, itu adalah sesuatu yang harus terjadi. Hanya saja, ada filter untuk menjaga jati diri bahasa kita. Bukan berarti kita anti-bahasa asing," kata Sriyanto.a

Jati diri bahasa Indonesia perlu tetap dijaga. Namun di sisi lain, bahasa Indonesia harus terus tumbuh berkembang. Istilah bahasa asing bukannya harus ditolak, tapi kenyataannya justru diperlukan bila bahasa Indonesia tak mempunyai padanan katanya. Misalnya, istilah teknologi dalam bahasa Indonesia banyak menyerap dari bahasa asing.

"Memang itu tuntutan agar Bahasa Indonesia menjadi bahasa yang modern, ya harus punya kosakata yang cukup lah," ujar Sriyono.
Per edisi KBBI yang biasa diperbaharui tiap lima tahunan, ada 7 ribu sampai 10 ribu kosakata tambahan. Bahkan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan periode lalu dikatakan Sriyono pernah meminta ada 15 ribu kata baru yang bisa masuk KBBI.
Supaya jati diri Bahasa Indonesia tidak luntur, maka ada pedoman yang dipegang Badan Bahasa Kemdikbud dalam melakukan penambahan kosakata baru. Ada pedoman umum ejaan bahasa Indonesia (PUEBI), Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 50 Tahun 2015 tentang Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia, pedoman umum penggunaan istilah, hingga pedoman penulisan unsur serapan.

"Dalam mempertimbangkan suatu kosakata untuk masuk dalam entri KBBI, maka pertama kami mencari padanan kata asing di Bahasa Indonesia. Bila tidak ada, maka dicari dalam bahasa Melayu. Bila tidak ada, maka dicari padanannya dalam bahasa daerah kita. Kalau tidak ada juga, maka kita Indonesiakan istilah asing," kata Sriyono.
(dnu/fjp)

Sumber: News.detik.com